Thumbnail

StreamWTF

Kunikmati Perselingkuhan Dengan Keponakanku

Keponakanku yang baru menikah tinggal bersamaku karena mereka belum memiliki rumah sendiri. Tidak menjadi masalah bagiku karena aku tinggal sendiri setelah lama bercerai dan aku tidak memiliki anak dari perkawinan yang gagal itu. Sebagai pengantin baru, tentunya keponakanku dan istrinya, Ines, lebih sering menghabiskan waktunya di kamar.
Pernah satu malam, aku mendengar erangan Ines dari kamar mereka. Aku mendekat ke pintu, terdengar Ines mengerang2, “Terus mas, enak mas, terus, yah udah keluar ya mas, Ines belum apa2″. Sepertinya Ines tidak terpuaskan dalam ‘pertempuran” itu karena suaminya keok duluan. Beberapa kali aku mendengar lenguhan dan diakhiri dengan keluhan senada. Kasihan juga Ines.

Suatu sore, sepulang dari kantor, aku lupa membawa kunci rumah. Aku mengetok pintu cukup lama sampai Ines yang membukakan pintu. Aku sudah lama terpesona dengan kecantikan dan bentuk tubuhnya. Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm. Rambutnya tergerai sebahu. Wajahnya cantik dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah. Ines hanya mengenakan baju kimono yang terbuat dari bahan handuk sepanjang hanya 15cm di atas lutut.

Paha dan betis yang tidak ditutupi daster itu tampak amat mulus. Kulitnya kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulnya yang besar melebar. Pinggangnya kelihatan ramping. Sementara kimono yang menutupi dada atasnya belum sempat diikat secara sempurna, menyebabkan belahan tok*t yang montok itu menyembul di belahan baju, pent*lnya membayang di kimononya. Rupanya Ines belum sempat mengenakan bra. Lehernya jenjang dengan beberapa helai rambut terjuntai. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya.

Agaknya Ines sedang mandi, atau baru saja selesai mandi. Tanpa sengaja, sebagai laki-laki normal, kont*lku berdiri melihat tubuhnya. Dari samping kulihat tok*tnya begitu menonjol dari balik kimononya. Melihat Ines sewaktu membelakangiku, aku terbayang betapa nikmatnya bila tubuh tersebut digeluti dari arah belakang. Aku berjalan mengikutinya menuju ruang makan. Kuperhatikan gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakinya. Ingin rasanya kudekap tubuh itu dari belakang erat-erat. Ingin kutempelkan kont*lku di gundukan pantatnya. Dan ingin rasanya kuremas-remas tok*t montoknya habis-habisan.

“Sori Nes, om lupa bawa kunci. Kamu terganggu mandinya ya”, kataku. “Udah selesai kok om”, jawabnya. Aku duduk di meja makan. Ines mengambilkan teh buatku dan kemudian masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian Ines keluar hanya mengenakan daster tipis berbahan licin, mempertontonkan tonjolan tok*t yang membusung. Ines tidak mengenakan bra, sehingga kedua pent*lnya tampak jelas sekali tercetak di dasternya. Ines beranjak dari duduknya dan mengambil toples berisi kue dari lemari makan. Pada posisi membelakangiku, aku menatap tubuhnya dari belakang yang sangat merangsang.

Kita ngobrol ngalor ngidul soal macem2. kesempatan bagiku untuk menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Ines tidak menyadari bahwa belahan daster di dadanya mempertontonkan tok*t yang montok kala agak merunduk. kont*lku pun menegang. Akhirnya pembicaraan menyerempet soal sex. “Nes, kamu gak puas ya sama suami kamu”, kataku to the point. Ines tertunduk malu, mukanya semu kemerahan. “Kok om tau sih”, jawabnya lirih. “Om kan pernah denger kamu melenguh awalnya, cuma akhirnya mengeluh.

Suami kamu cepet ngecretnya ya”, kataku lagi. “Iya om, si mas cepet banget keluarnya. Ines baru mulai ngerasa enak, dia udah keluar. Kesel deh jadinya, kaya Ines cuma jadi pemuas napsunya aja”, Ines mulai curhat. Aku hanya mendengarkan curhatannya saja. “Om, mandi dulu deh, udah waktunya makan. Ines nyiapin makan dulu ya”, katanya mengakhiri pembicaraan seru. “Kirain Ines nawarin mau mandiin”, godaku. “Ih si om, genit”, jawabnya tersipu. “Kalo Ines mau, om gak keberatan lo”, jawabku lagi. Ines tidak menjawab hanya berlalu ke dapur, menyiapkan makan. Sementara itu aku masuk kamarku dan mandi. kont*lku tegang gak karuan karena pembicaraan seru tadi.

Selesai mandi, aku hanya memakai celana pendek dan kaos, sengaja aku tidak memakai CD. Pengen rasanya malem ini aku ngentotin Ines. Apalagi suaminya sedang tugas keluar kota untuk beberapa hari. kont*lku masih ngaceng berat sehingga kelihatan jelas tercetak di celana pendekku. Ines diam saja melihat ngacengnya kont*lku dari luar celana pendekku. Ketika makan malem, kita ngobrol soal yang lain, Ines berusaha tidak mengarahkan pembicaraan kearah yang tadi. Kalo Ines tertawa, ingin rasanya kulumat habis-habisan bibirnya. Ingin rasanya kusedot-sedot tok*t nya dan ingin rasanya kuremas-remas pantat kenyal Ines itu sampai dia menggila-gila keenakan.

Selesai makan, Ines membereskan piring dan gelas. Sekembalinya dari dapur, Ines terpeleset sehingga terjatuh. Rupanya ada air yang tumpah ketika Ines membawa peralatan makan ke dapur. Betis kanan Ines membentur rak kayu. “Aduh”, Ines mengerang kesakitan. Aku segera menolongnya. Punggung dan pinggulnya kuraih. Kubopong Ines kekamarnya. Kuletakkan Ines di ranjang. Tercium bau harum sabun mandi memancar dari tubuhnya. Belahan daster terbuka lebih lebar sehingga aku dapat dengan leluasa melihat kemontokan tok*tnya.

Nafsuku pun naik. kont*lku semakin tegang. ketika aku menarik tangan dari pinggulnya, tanganku tanpa sengaja mengusap pahanya yang tersingkap. Ines berusaha meraih betisnya yang terbentur rak tadi. Kulihat bekas benturan tadi membuat sedikit memar di betis nya. Aku pun berusaha membantunya. Kuraih betis tersebut seraya kuraba dan kuurut bagian betis yang memar tersebut. “Pelan om, sakit”, erangnya lagi. Lama-lama suaranya hilang. Sambil terus memijit betis Ines, kupandang wajahnya. Matanya sekarang terpejam.

KUNJUNGI JUGA : BANDAR BOLA COIN303 | Situs Pasang Bola Terpercaya

Nafasnya jadi teratur. Ines sudah tertidur. Mungkin karena lelah seharian membereskan rumah. Aku semakin melemahkan pijitanku, dan akhirnya kuhentikan sama sekali.
Kupandangi Ines yang tengah tertidur. Alangkah cantiknya wajahnya. Lehernya jenjang. tok*tnya yang montok bergerak naik-turun dengan teratur mengiringi nafas tidurnya. pent*lnya menyembul dari balik dasternya. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya yang besar melebar. Daster tersebut tidak mampu menyembunyikan garis segitiga CD yang kecil.

Terbayang dengan apa yang ada di balik CDya, kont*lku menjadi semakin tegang. Apalagi paha yang putih terbuka karena daster yang tersingkap. Kuelus betisnya. Kusingkapkan bagian bawah dasternya sampai sebatas perut.
Kini paha mulus itu terhampar di hadapanku. Di atas paha, beberapa helai bulu jembut keluar dari CD yang minim. Sungguh kontras warnanya. Jembutnya berwarna hitam, sedang tubuhnya berwarna putih. Kueluskan tanganku menuju pangkal pahanya sambil kuamati wajah Ines. Kueluskan perlahan ibu jariku di belahan bibir vaginanya. kuciumi paha mulus tersebut berganti-ganti, kiri dan kanan, sambil tanganku mengusap dan meremasnya perlahan-lahan. Kedua paha tersebut secara otomatis bergerak membuka agak lebar.

Kemudian aku melepas celana pendekku. Kembali kuciumi dan kujilati paha dan betis nya.
Kutempelkan kepala kont*lku yang sudah ngaceng berat di pahanya. Rasa hangat mengalir dari paha Ines ke kepala kont*lku. kugesek-gesekkan kepala kont*l di sepanjang pahanya. kont*lku terus kugesek-gesekkan di paha sambil agak kutekan. Semakin terasa nikmat.

Nafsuku semakin tinggi. Aku semakin nekat. Kulepaskan daster Ines, Ines terbangun karena ulahku. “Om, Ines mau diapain”, katanya lirih. Aku terkejut dan segera menghentikan aksiku. Aku memandangi tubuh mulus Ines tanpa daster menghalanginya. Tubuh moleknya sungguh membangkitkan birahi. tok*t yang besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar. pent*lnya berdiri tegak.

“Nes, om mau kasih kenikmatan sama kamu, mau enggak”, kataku perlahan sambil mencium tok*t nya yang montok. Ines diam saja, matanya terpejam. Hidungku mengendus-endus kedua tok*t yang berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahku.pent*l tok*t kanannya kulahap ke dalam mulutku. Badannya sedikit tersentak ketika pent*l itu kugencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasku. “Om…”, rintihnya, rupanya tindakanku membangkitkan napsunya juga. Karena sangat ingin merasakan kenikmatan dientot, Ines diam saja membiarkan aku menjelajahi tubuhnya. kusedot-sedot pent*l tok*tnya secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak kuperkuat sedotanku. Kuperbesar daerah lahapan bibirku. Kini pent*l dan tok*t sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutku.

KUNJUNGI JUGA : BANDAR BOLA COIN303 | Situs Pasang Bola Terpercaya

Kembali kusedot daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik wajah Ines tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan. Kedua tok*t harum itu kuciumi dan kusedot-sedot secara berirama. kont*lku bertambah tegang. Sambil terus menggumuli tok*t dengan bibir, lidah, dan wajahnya, aku terus menggesek-gesekkan kont*l di kulit pahanya yang halus dan licin. Kubenamkan wajahku di antara kedua belah gumpalan dada Ines. perlahan-lahan bergerak ke arah bawah. Kugesek-gesekkan wajahku di lekukan tubuh yang merupakan batas antara gumpalan tok*t dan kulit perutnya. Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati secara bergantian.

Kecupan-kecupan bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan endusan-endusan hidungku pun beralih ke perut dan pinggang Ines. Sementara gesekan-gesekan kepala kont*lku kupindahkan ke betisnya. Bibir dan lidahku menyusuri perut sekeliling pusarnya yang putih mulus. wajahku bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora kupeluk pinggulnya secara perlahan-lahan. Kecupanku pun berpindah ke CD tipis yang membungkus pinggulnya tersebut. Kususuri pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah pangkal paha. Kujilat helaian-helaian rambut jembutnya yang keluar dari CDnya. Lalu kuendus dan kujilat CD pink itu di bagian belahan bibir mem*knya. Ines makin terengah menahan napsunya, sesekali terdengar lenguhannya menahan kenikmatan yang dirasakannya.

Aku bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut kukangkangi tubuhnya. kont*lku yang tegang kutempelkan di kulit tok*t Ines. Kepala kont*l kugesek-gesekkan di tok*t yang montok itu. Sambil kukocok batangnya dengan tangan kananku, kepala kont*l terus kugesekkan di tok*tnya, kiri dan kanan. Setelah sekitar dua menit aku melakukan hal itu. Kuraih kedua belah gumpalan tok*t Ines yang montok itu. Aku berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang ramping Ines dengan posisi badan sedikit membungkuk. Batang kont*lku kujepit dengan kedua gumpalan tok*tnya. Kini rasa hangat tok*t Ines terasa mengalir ke seluruh batang kont*lku.

Perlahan-lahan kugerakkan maju-mundur kont*lku di cekikan kedua tok*t Ines. Kekenyalan daging tok*t tersebut serasa memijit-mijit batang kont*lku, memberi rasa nikmat yang luar biasa. Di kala maju, kepala kont*lku terlihat mencapai pangkal lehernya yang jenjang. Di kala mundur, kepala kont*lku tersembunyi di jepitan tok*tnya. Lama-lama gerak maju-mundur kont*lku bertambah cepat, dan kedua tok*t nya kutekan semakin keras dengan telapak tanganku agar jepitan di batang kotolku semakin kuat. Aku pun merem melek menikmati enaknya jepitan tok*tnya. Ines pun mendes*h-des*h tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…”
kont*lku pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan tok*t Ines. Oleh gerakan maju-mundur kont*lku di dadanya yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tanganku di kedua tok*tnya, cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadanya yang menjepit batang kont*lku. Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kont*lku di dalam jepitan tok*tnya. Dengan adanya sedikit cairan dari kont*lku tersebut aku merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala kont*lku dengan tok*tnya. “Hih… hhh… … Luar biasa enaknya…,” aku tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi. Nafas Ines menjadi tidak teratur. des*han-des*han keluar dari bibirnya , yang kadang diseling des*han lewat hidungnya, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…” des*han-des*han Ines semakin membuat nafsuku makin memuncak.

KUNJUNGI JUGA : BANDAR BOLA COIN303 | Situs Pasang Bola Terpercaya

Gesekan-gesekan maju-mundurnya kont*lku di jepitan tok*tnya semakin cepat. kont*lku semakin tegang dan keras. Kurasakan pembuluh darah yang melalui batang kont*lku berdenyut-denyut, menambah rasa hangat dan nikmat yang luar biasa. “Enak sekali, Nes”, erangku tak tertahankan.. Aku menggerakkan maju-mundur kont*lku di jepitan tok*t Ines dengan semakin cepatnya. Rasa enak yang luar biasa mengalir dari kont*l ke syaraf-syaraf otakku. Kulihat wajah Ines. Alis matanya bergerak naik turun seiring dengan des*h-des*h perlahan bibirnya akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di tok*tnya. Ada sekitar lima menit aku menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan tok*tnya itu.

tok*t sebelah kanannya kulepas dari telapak tanganku. Tangan kananku lalu membimbing kont*l dan menggesek-gesekkan kepala kont*l dengan gerakan memutar di kulit tok*tnya yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kiriku terus meremas tok*t kiri Ines, kont*lku kugerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarnya, kepala kont*lku kugesekkan memutar di kulit perutnya yang putih mulus, sambil sesekali kusodokkan perlahan di lobang pusarnya.

kucopot CD minimnya. Pinggul yang melebar itu tidak berpenutup lagi. Kulit perut yang semula tertutup CD tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutnya, jembut yang hitam lebat menutupi daerah sekitar lobang mem*knya. Kedua paha mulus Ines kurenggangkan lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perut tadi terkuak, mempertontonkan mem*knya. Aku pun mengambil posisi agar kont*lku dapat mencapai mem*k Ines dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang batang kont*l, kepalanya kugesek-gesekkan ke jembut Ines
Rasa geli menggelitik kepala kont*lku. kepala kont*lku bergerak menyusuri jembut menuju ke mem*knya. Kugesek-gesekkan kepala kont*l ke sekeliling bibir mem*knya. Terasa geli dan nikmat. kepala kont*l kugesekkan agak ke arah lobang. Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut lobang mem*knya itu menjadi basah. Kugetarkan perlahan-lahan kont*lku sambil terus memasuki lobang mem*knya. Kini seluruh kepala kont*lku yang berhelm pink tebenam dalam jepitan mulut mem*k Ines. Jepitan mulut mem*k itu terasa hangat dan enak sekali. Kembali dari mulut Ines keluar desisan kecil tanda nikmat tak terperi. kont*lku semakin tegang.

Sementara dinding mulut mem*k Ines terasa semakin basah. Perlahan-lahan kont*lku kutusukkan lebih ke dalam. Kini tinggal separuh batang yang tersisa di luar. Secara perlahan kumasukkan kont*lku ke dalam mem*knya. Terbenam sudah seluruh batang kont*lku di dalam mem*k Ines. Sekujur batang kont*l sekarang dijepit oleh mem*k Ines dengan sangat enaknya. secara perlahan-lahan kugerakkan keluar-masuk kont*lku ke dalam mem*knya. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam mem*knya hanya kepala kont*l saja. Sewaktu masuk seluruh kont*l terbenam di dalam mem*k sampai batas pangkalnya. Rasa hangat dan enak yang luar biasa kini seolah memijiti seluruh bagian kont*lku. Aku terus memasuk-keluarkan kont*lku ke lobang mem*knya.

Alis matanya terangkat naik setiap kali kont*lku menusuk masuk mem*knya secara perlahan. Bibir segarnya yang sensual sedikit terbuka, sedang giginya terkatup rapat. Dari mulut sexy itu keluar desis kenikmatan, “Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…” Aku terus mengocok perlahan-lahan mem*knya. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Kembali kukocok secara perlahan mem*knya. Kurasakan enaknya jepitan otot-otot mem*k pada kont*lku. Kubiarkan kocokan perlahan tersebut sampai selama dua menit. Kembali kutarik kont*lku dari mem*knya Ines. Namun kini tidak seluruhnya, kepala kont*l masih kubiarkan tertanam dalam mulut mem*knya. Sementara batang kont*l kukocok dengan jari-jari tangan kananku dengan cepatnya
Rasa enak itu agaknya dirasakan pula oleh Ines. Ines mendes*h-des*h akibat

sentuhan-sentuhan getar kepala kont*lku pada dinding mulut mem*knya, “Sssh… sssh… zzz…ah… ah… hhh…”
Tiga menit kemudian kumasukkan lagi seluruh kont*lku ke dalam mem*knya Ines. Dan kukocok perlahan. Kunikmati kocokan perlahan pada mem*knya kali ini lebih lama. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama aku tidak puas. Kupercepat gerakan keluar-masuk kont*lku pada mem*knya. Kurasakan rasa enak sekali menjalar di sekujur kont*lku. Aku sampai tak kuasa menahan ekspresi
keenakanku. Sambil tertahan-tahan, aku mendesis-desis, “Nes… mem*knya luar biasa… nikmatnya…”

Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit. rasa gatal-gatal enak mulai menjalar di sekujur kont*lku. Berarti beberapa saat lagi aku akan ngecret. Kucopot kont*lku dari mem*knya Ines. Segera aku berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhnya agar kont*lku mudah mencapai tok*tnya. Kembali kuraih kedua belah tok*t montok itu untuk menjepit kont*lku yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kont*lku dapat terjepit dengan enaknya, aku agak merundukkan badanku. kont*l kukocokkan maju-mundur di dalam jepitan tok*tnya. Cairan mem*knya Ines yang membasahi kont*lku kini merupakan pelumas pada gesekan-gesekan kont*lku dan kulit tok*tnya.

KUNJUNGI JUGA : BANDAR BOLA COIN303 | Situs Pasang Bola Terpercaya

“Oh… hangatnya… Sssh… nikmatnya…Tubuhmu luarrr biasa…”, aku merintih-rintih keenakan. Ines juga mendesis-desis keenakan, “Sssh.. sssh… sssh…” Giginya tertutup rapat. Alis matanya bergerak ke atas ke bawah. Aku mempercepat maju-mundurnya kont*lku. Aku memperkuat tekananku pada tok*tnya agar kont*lku terjepit lebih kuat. Rasa enak menjalar lewat kont*lku. Rasa hangat menyusup di seluruh kont*lku.

Karena basah oleh cairan mem*k, kepala kont*lku tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan tok*t Ines. Leher kont*l yang berwarna coklat tua dan helm kont*l yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan tok*tnya. Lama-lama rasa gatal yang menyusup ke segenap penjuru kont*lku semakin menjadi-jadi. Semakin kupercepat kocokan kont*lku pada tok*t Ines. Rasa gatal semakin hebat. Rasa hangat semakin luar biasa. Dan rasa enak semakin menuju puncaknya. Tiga menit sudah kocokan hebat kont*lku di tok*t montok itu berlangsung. Dan ketika rasa gatal dan enak di kont*lku hampir mencapai puncaknya, aku menahan sekuat tenaga benteng pertahananku sambil mengocokkan kont*l di kempitan tok*t indah Ines dengan sangat cepatnya. Rasa gatal, hangat, dan enak yang luar
biasa akhirnya mencapai puncaknya. Aku tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahananku. “Ines…!” pekikku dengan tidak tertahankan. Mataku membeliak-beliak.

Jebollah pertahananku. Rasa hangat dan nikmat yang luar biasa menyusup ke seluruh sel-sel kont*lku saat menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!
Pejuku menyemprot dengan derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali semprotannya, sampai menghantam rahang Ines. Peju tersebut berwarna putih dan kelihatan sangat kental. Dari rahang peju mengalir turun ke arah leher Ines. Peju yang tersisa di dalam kont*lku pun menyusul keluar dalam tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah. Semprotan awal hanya sampai pangkal lehernya, sedang yang terakhir hanya jatuh di atas belahan tok*tnya. Aku menikmati akhir-akhir kenikmatan. “Luar biasa… nes, nikmat sekali tubuhmu…,” aku bergumam. “Kok gak dikeluarin di dalem aja om”, kata Ines lirih. “Gak apa kalo om ngecret didalem Nes”, jawabku.

“Gak apa om, Ines pengen ngerasain kesemprot peju anget. Tapi Ines ngerasa nikmat sekali om, belum pernah Ines ngerasain kenikmatan seperti ini”, katanya lagi. “Ini baru ronde pertama Nes, mau lagi kan ronde kedua”, kataku. “Mau om, tapi ngecretnya didalem ya”, jawabnya. “Kok tadi kamu diem aja Nes”, kataku lagi. “Bingung om, tapi nikmat”, jawabnya sambil tersenyum. “Engh…” Ines menggeliatkan badannya. Aku segera mengelap kont*l dengan tissue yang ada di atas meja, dan memakai celana pendek. beberapa lembar tissue kuambil untuk mengelap pejuku yang berleleran di rahang, leher, dan tok*t Ines. Ada yang tidak dapat dilap, yakni cairan pejuku yang sudah terlajur jatuh di rambut kepalanya. “Mo kemana om”, tanyanya. “Mo ambil minum dulu”, jawabku. “Kok celananya dipake, katanya mau ronde kedua”, katanya. Rupanya Ines sudah pengen aku menggelutinya sekali lagi.
Aku kembali membawa gelas berisi air putih, kuberikan kepada Ines yang langsung menenggaknya sampe habis. Aku keluar lagi untuk mengisi gelas dengan air dan kembali lagi ke kekamar. Masih tidak puas aku memandangi tok*t indah yang terhampar di depan mataku tersebut. mataku memandang ke arah pinggangnya yang ramping dan pinggulnya yang melebar indah. Terus tatapanku jatuh ke mem*knya yang dikelilingi oleh bulu jembut hitam jang lebat. Betapa enaknya ngen totin Ines. Aku ingin mengulangi permainan tadi, menggeluti dan mendekap kuat tubuhnya. Mengocok mem*knya dengan kont*lku dengan irama yang menghentak-hentak kuat. Dan aku dapat menyemprotkan pejuku di dalam mem*knya sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat aku nyampe. Nafsuku terbakar.

KUNJUNGI JUGA : BANDAR BOLA COIN303 | Situs Pasang Bola Terpercaya

“Ines…,” des*hku penuh nafsu. Bibirku pun menggeluti bibirnya. Bibir sensual yang menantang itu kulumat-lumat dengan ganasnya. Sementara Ines pun tidak mau kalah. Bibirnya pun menyerang bibirku dengan dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirku. Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya. Tubuhnya sekarang berada dalam dekapanku. Aku mempererat dekapanku, sementara Ines pun mempererat pelukannya pada diriku. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, tok*tnya yang membusung terasa semakin menekan dadaku. Jari-jari tangan Ines mulai meremas-remas kulit punggungku.

Ines mencopot celanaku.Ines pun merangkul punggungku lagi. Aku kembali mendekap erat tubuh Ines sambil melumat kembali bibirnya. Aku terus mendekap tubuhnya sambil saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling menempel. Kini kurasakan tok*tnya yang montok menekan ke dadaku. Dan ketika saling sedikit bergeseran, pent*lnya seolah-olah menggelitiki dadaku. kont*lku terasa hangat dan mengeras. Tangan kiriku pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar Ines, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutku. kont*lku tergencet perut bawahku dan perut bawah Ines dengan enaknya.

Sementara bibirku bergerak ke arah lehernya.kuciumi, kuhisap-hisap dengan hidungku, dan kujilati dengan lidahku. “Ah… geli… geli…,” des*h Ines sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai dagunya terbuka dengan luasnya. Ines pun membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahku dalam keadaan menggeluti lehernya, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yang montok, dan meremas-remas tok*t tersebut dengan perasaan gemas.

Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Aku berdiri dengan agak merunduk. Tangan kiriku pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi tok*t. Kugeluti belahan tok*t Ines, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah tok*tnya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku. Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan tok*t itu. bibirku bergerak ke atas bukit tok*t sebelah kiri. Kuciumi bukit tok*t nya, dan kumasukkan pent*l tok*t di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot pent*l tok*t kiri Ines.

Kumainkan pent*l di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit tok*t di sekitar pent*l yang berwarna coklat. “Ah… ah… om… geli…,” Ines mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas kuat tok*t sebelah kanan. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada pent*lnya. “Om… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…” Aku semakin gemas.

tok*t Ines itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit tok*t kadang kusedot sebesar-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya pent*lnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil pent*l yang mencuat gagah di puncaknya. “Ah…om… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Ines mendesis-desis keenakan.

Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.
Sampai akhirnya Ines tidak kuat melayani serangan-serangan awalku. Jari-jari tangan kanan Ines yang mulus dan lembut menangkap kont*lku yang sudah berdiri dengan gagahnya. “Om.. Batang kont*lnya besar ya”, ucapnya. Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah tok*tnya, jari-jari lentik tangan kanannya meremas-remas perlahan kont*lku secara berirama. Remasannya itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kont*lku.

kurengkuh tubuhnyadengan gemasnya. Kukecup kembali daerah antara telinga dan lehernya. Kadang daun telinga sebelah bawahnya kukulum dalam mulutku dan kumainkan dengan lidahku. Kadang ciumanku berpindah ke punggung lehernya yang jenjang. Kujilati pangkal helaian rambutnya yang terjatuh di kulit lehernya. Sementara tanganku mendekap dadanya dengan eratnya. Telapak dan jari-jari tanganku meremas-remas kedua belah tok*tnya. Remasanku kadang sangat kuat, kadang melemah. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kananku menggencet dan memelintir perlahan pent*l tok*t kirinya, sementara tangan kiriku meremas kuat bukit tok*t kanannya dan bibirku menyedot kulit mulus pangkal lehernya yang bebau harum, kont*lku kugesek-gesekkan dan kutekan-tekankan ke perutnya. Ines pun menggelinjang ke kiri-kanan.

KUNJUNGI JUGA : BANDAR BOLA COIN303 | Situs Pasang Bola Terpercaya

“Ah… om… ngilu… terus om… terus… ah… geli… geli…terus… hhh… enak… enaknya… enak…,” Ines merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan tanganku di tok*tnya. Akibatnya pinggulnya menggial ke kanan-kiri. Goyang gialan pinggul itu membuat kont*lku yang sedang menggesek-gesek dan menekan-nekan perutnya merasa semakin keenakan. “Ines… enak sekali Ines… sssh… luar biasa… enak sekali…,” aku pun mendesis-desis keenakan.

“Om keenakan ya? Batang kont*l om terasa besar dan keras sekali menekan perut Ines. Wow… kont*l om terasa hangat di kulit perut Ines. tangan om nakal sekali … ngilu,…,” rintih Ines. “Jangan mainkan hanya pent*lnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” Ines semakin menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratku. Dia sudah makin liar saja des*hannya, rupanya dia sangat menikmati gelutannya, lupa bahwa aku ini om dari suaminya. “om.. remasannya kuat sekali… Tangan om nakal sekali… Sssh… sssh… ngilu… ngilu…Ak… kont*l om … besar sekali… kuat sekali…”

Ines menarik wajahku mendekat ke wajahnya. bibirnya melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau kalah. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kulit punggungnya yang teraih oleh telapak tanganku kuremas-remas dengan gemasnya. Kemudian aku menindihi tubuh Ines. kont*lku terjepit di antara pangkal pahanya dan perutku bagian bawah sendiri. Rasa hangat mengalir ke batang kont*lku yang tegang dan keras. Akhirnya aku tidak sabar lagi. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing kont*lku untuk mencari liang mem*knya.

Kuputar-putarkan dulu kepala kont*lku di kelebatan jembut disekitar bibir mem*k Ines. Ines meraih batang kont*lku yang sudah amat tegang. Pahanya yang mulus itu terbuka agak lebar. “Om kont*lnya besar dan keras sekali” katanya sambil mengarahkan kepala kont*lku ke lobang mem*knya. kepala kont*lku menyentuh bibir mem*knya yang sudah basah. dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, kont*l kutekankan masuk ke liang mem*k. Kini seluruh kepala kont*lku pun terbenam di dalam mem*knya. Aku menghentikan gerak masuk kont*lku.

“Om… teruskan masuk… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” Ines protes atas tindakanku. Namun aku tidak perduli. Kubiarkan kont*lku hanya masuk ke lobang mem*knya hanya sebatas kepalanya saja, namun kont*lku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dan ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Ines menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan. “Sssh… sssh… enak… enak… geli… geli, om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara tenaga kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! kont*lku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam mem*k Ines dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal pahanya yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya.

Sementara kulit batang kont*lku bagaikan diplirid oleh bibir mem*knya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt! “Auwww!” pekik Ines. Aku diam sesaat, membiarkan kont*lku tertanam seluruhnya di dalam mem*k Ines tanpa bergerak sedikit pun. “Sakit om… ” kata Ines sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya. Aku pun mulai menggerakkan kont*lku keluar-masuk mem*k Ines. Aku tidak tahu, apakah kont*lku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang mem*k Ines yang berukuran kecil. Yang saya tahu, seluruh bagian kont*lku yang masuk mem*knya serasa dipijit-pijit dinding lobang mem*knya dengan agak kuatnya.

“Bagaimana Nes, sakit?” tanyaku. “Sssh… enak sekali… enak sekali… kont*l om besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang mem*k Ines..,” jawabnya. Aku terus memompa mem*k Ines dengan kont*lku perlahan-lahan. tok*tnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi.

Kedua pent*lnya yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku. kont*lku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot mem*knya sejalan dengan genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kont*lku menyentuh suatu daging hangat di dalam mem*k Ines. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala kont*l sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.

aku mengambil kedua kakinya dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kont*lku tidak tercabut dari lobang mem*knya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Ines kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok mem*knya perlahan dengan kont*lku, betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku.

Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan gerakan kont*lku maju-mundur perlahan di mem*k Ines. Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah tok*tnya. Masih dengan kocokan kont*l perlahan di mem*knya, tanganku meremas-remas tok*t montok Ines. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua pent*lnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. pent*l itu semakin mengeras, dan bukit tok*t itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Ines pun merintih-rintih keenakan.

Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah. “Ah… om, geli… geli… … Ngilu om, ngilu… Sssh… sssh… terus om, terus…. kont*l om membuat mem*k Ines merasa enak sekali… Nanti jangan dingecretinkan di luar mem*k, ya om. Ngecret di dalam saja… ” Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kont*lku di mem*k Ines. “Ah-ah-ah… bener, om. Bener… yang cepat… Terus om, terus… ” Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Ines. Tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kont*lku di mem*k Ines. Terus dan terus. Seluruh bagian kont*lku serasa diremas-remas dengan cepatnya oleh mem*k Ines. Mata Ines menjadi merem-melek. Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.

“Sssh… sssh… Ines… enak sekali… enak sekali mem*kmu… enak sekali mem*kmu…” “Ya om, Ines juga merasa enak sekali… terusss… terus om, terusss…” Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kont*lku pada mem*knya. “Omi… sssh… sssh… Terus… terus… Ines hampir nyampe…
sedikit lagi… sama-sama ya om…,” Ines jadi mengoceh tanpa kendali. Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau ngecret. Namun aku harus membuatnya nyampe duluan.

Sementara kont*lku merasakan mem*k Ines bagaikan berdenyut dengan hebatnya. “Om… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar om… mau keluar..ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…” Tiba-tiba kurasakan kont*lku dijepit oleh dinding mem*k Ines dengan sangat kuatnya. Di dalam mem*k, kont*lku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari mem*k Ines dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Ines meremas lengan tanganku dengan sangat kuatnya. Ines pun berteriak tanpa kendali: “…keluarrr…!” Mata Ines membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ines kurasakan mengejang.

KUNJUNGI JUGA : BANDAR BOLA COIN303 | Situs Pasang Bola Terpercaya

Aku pun menghentikan genjotanku. kont*lku yang tegang luar biasa kubiarkan tertanam dalam mem*k Ines. kont*lku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan mem*k Ines. Kulihat mata Ines memejam beberapa saat dalam menikmati puncaknya. Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding mem*knya pada kont*lku berangsur-angsur melemah, walaupun kont*lku masih tegang dan keras. Kedua kaki Ines lalu kuletakkan kembali di atas ranjang dengan posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Ines dengan mempertahankan agar kont*lku yang tertanam di dalam mem*knya tidak tercabut.

“Om… luar biasa… rasanya seperti ke langit ke tujuh,” kata Ines dengan mimik wajah penuh kepuasan. kont*lku masih tegang di dalam mem*knya. kont*lku masih besar dan keras. Aku kembali mendekap tubuh Ines. kont*lku mulai bergerak keluar-masuk lagi di mem*k Ines, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding mem*k Ines secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas kont*lku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan kont*lku lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan yang disemprotkan oleh mem*k Ines beberapa saat yang lalu.

“Ahhh… om… langsung mulai lagi… Sekarang giliran om.. semprotkan peju om di mem*k Ines.. Sssh…,” Ines mulai mendesis-desis lagi. Bibirku mulai memagut bibir Ines dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan kananku meremas-remas tok*t Ines serta memijit-mijit pent*lnya, sesuai dengan irama gerak maju-mundur kont*lku di mem*knya. “Sssh… sssh… sssh… enak om, enak… Terus… teruss… terusss…,” desis Ines. Sambil kembali melumat bibir Ines dengan kuatnya, aku mempercepat genjotan kont*lku di mem*knya. Pengaruh adanya cairan di dalam mem*k Ines, keluar-masuknya kont*l pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Ines tidak henti-hentinya merintih kenikmatan, “Om… ah… ”
kont*lku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari tok*tnya. Kedua tanganku kini dari ketiak Ines menyusup ke bawah dan memeluk punggungnya. Tangan Ines pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku.

Keluar-masuknya kont*lku ke dalam mem*k Ines sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, kont*l kuhunjamkan keras-keras agar menusuk mem*k Ines sedalam-dalamnya. kont*lku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding mem*k Ines. Sampai di langkah terdalam, mata Ines membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar mem*k, kont*l kujaga agar kepalanya tetap tertanam di lobang mem*k.

Remasan dinding mem*k pada batang kont*lku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir mem*k yang mengulum batang kont*lku pun sedikit ikut tertarik keluar. Pada gerak keluar ini Ines mendes*h, “Hhh…” Aku terus menggenjot mem*k Ines dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Tangan Ines meremas punggungku kuat-kuat di saat kont*lku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang mem*knya. Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kont*lku dan mem*k Ines menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil Ines:
“Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…” kont*lku terasa empot-empotan luar biasa. “Nes… Enak sekali Nes… mem*kmu enak sekali… mem*kmu hangat sekali… jepitan mem*kmu enak sekali…”
“Om… terus om…,” rintih Ines, “enak om… enaaak… Ak! Hhh…” Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kont*lku. Gatal yang enak sekali. Aku pun mengocokkan kont*lku ke mem*knya dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kont*lku berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di kont*l pun semakin menghebat. “Ines… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu. “Om, Ines… mau nyamper lagi… Ak-ak-ak… aku nyam…”

Tiba-tiba kont*lku mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai puncaknya. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding mem*k Ines mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu, aku tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku. Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kont*lku terasa disemprot cairan mem*k Ines, bersamaan dengan pekikan Ines, “…nyampee…!” Tubuh Ines mengejang dengan mata membeliak-beliak.

“Ines…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Ines sekuat-kuatnya. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang. Pejuku pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Pejuku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding mem*k Ines yang terdalam. kont*lku yang terbenam semua di dalam mem*k Ines terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Ines terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali. Aku menghabiskan sisa-sisa peju dalam kont*lku. Cret! Cret! Cret! kont*lku menyemprotkan lagi peju yang masih tersisa ke dalam mem*k Ines. Kali ini semprotannya lebih lemah.

Perlahan-lahan baik tubuh Ines maupun tubuhku tidak mengejang lagi.
Aku menciumi leher mulus Ines dengan lembutnya, sementara tangan Ines mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil ngen totin Ines.

TAMAT

CERITA TERBARU